Wednesday, November 28, 2007

The loves from two hearts

The loves from two hearts, had been shown but could not be told

the hearts had shown their feelings, but why the lips could not tell

Monday, November 12, 2007

Ketika Uang dan Kekuasaan Membeli Sebuah Idealisme




Berantas KKN ….!! Hukum mati Koruptor..!! kata-kata itulah yang terasa akrab di telinga kita, para mahasiswa
Indonesia. Tapi sampai kapan semangat untuk memberantas KKN itu akan tetap tumbuh dalam diri kita para mahasiswa. Apakah semangat itu hanya ada disaat kita mahasiswa.? Seharusnya tidak.. Tetapi apa yang tejadi di negara kita ini, semakin lantang mahasiswa berteriak berantas korupsi maka semakin cepat pula penyakit yang satu ini berkembang biak di Indonesia yang kita cintai ini. Malah sekarang lebih parah lagi..seiring melemahnya suara dan semangat kita para mahasiswa, korupsi yang sangat kita harapkan untuk dapat reda di negara ini, semakin jauh dari kata-kata BERHENTI.

Kejadian ini sudah selayaknya menjadi perhatian bagi kita semua untuk segera mengambil langkah pencegahan sebelum semuanya semakin berat untuk diperjuangkan. Kita seharusnya menyadari bahwa semua oknum yang melakukan katakanlah KORUPSI di Indonesia ini adalah orang yang terpelajar, bukanlah orang bodoh, mereka itu sangat berpendidikan. Dan pendidikan pastilah mereka minimal merasakan keadaan yang namanya menjadi seorang mahasiswa. Ingat!! MAHASISWA. Apa yang terjadi..?? ternyata mereka semua dulunya juga mahasiswa kan. Yang lebih ironis lagi apabila oknum yang melakukan tindak pidana korupsi itu dulunya adalah seorang aktivis pengkritisi pemerintah di kampusnya, tapi kini..? menyedihkan memang. Apakah memang berat untuk menjadi seorang yang memegang teguh idelisme, apabila dihadapkan dalam lingkungan nyata yang sangat berat godaannya..? sepertinya memang berat. Sebegitu besarkah arus yang mengajak kita untuk menghancurkan bangsa ini dengan mengambil hak-hak orang lain, sehingga idealisme yang ada pada diri setiap mahasiswa dengan mudahnya hilang, laksana jerami yang dimasukkan kedalam oven pembakaran. Atau memang dari diri si manusianya sendiri yang memang telah terbutakan, oleh pengaruh UANG dan KEKUASAAN, sehingga dia bisa berubah bersikap menjadi seperti lintah penghisap darah. Pengaruh dan godaan untuk berbuat jahat memang sangat besar adanya di negara kita ini, karena memang banyak faktor yang mendukung oknum tersebut untuk berbuat kejahatan KORUPSI. Faktor tersebut diantaranya adalah : pertama, banyaknya kesempatan yang terbuka lebar yang luput dari pengawasan penegak hukum di Indonesia. Kedua, budaya korupsi yang memang telah dijalankan disana dari zaman dahulu kala. Ketiga, hukum yang berlaku di Indonesia tidak terlalu memberatkan bagi para KORUPTOR, ditambah lagi penegakan supremasi hukum yang lemah. Faktor-faktor diatas adalah sedikit alasan kenapa UANG dan KEKUASAAN dapat dengan mudah membeli sebuah IDEALISME.

Berat memang..tapi bukan berarti kita boleh menyerah untuk memperjuangkan tegaknya kebenaran di negeri ini. Segala permasalahan walaupun berat pastilah ada jalan keluarnya asalkan kita semua memang serius untuk menegakkannya. PERSATUAN adalah hal yang wajib untuk kita laksanakan pertama kali, penyamaan visi dan tujuan harus kita rangkai bersama agar kita kokoh dan tegar dalam mempertahankan tujuan ini. Yakinlah bahwa kita tidak sendiri disini, masih banyak orang baik yang juga berkeinginan sama dengan kita, hal yang perlu kita lakukan sekarang adalah memulainya. Apakah kita mahasiswa, pegawai negeri, dosen atau yang lainya, mulailah saat ini kita bersatu menegakkan kebenaran di negeri Indonesia yang kita cintai ini.

Penulis

Restio Adhyaksa Brata

Mahasiswa Semester 8 Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung

Alamat : jalan Riung Mulya I no 6 komplek Riung Bandung Permai

BANDUNG JAWA-BARAT 40295

Telp 08122007877

Ps:

· Journal ini saya tulis diwaktu saya masih sebagai mahasiswa beberapa tahun yang lalu (bahasanya idealis gaya mahasiwa banget).

· Maaf kata2nya agak sedikit formal, karena tulisan ini memang ditujukan untuk publikasi di media formal... :)

Pentingnya Standardisasi Jam


“Ngaret”….itu yang sering membuat seorang menggerutu ketika harus melakukan pertemuan, rapat atau janjian dengan orang lain. Yang lain juga datangnya pasti telat..kan ngga enak kalau kita yang menunggu, mending kita datangnya agak telatan dikit aja. Kata – kata diatas itu yang lazim kita dengar di setiap ada janji untuk pertemuan yang ada di negara kita ini. Para filosofis berkata bahwa “waktu itu adalah uang” berarti apabila kita membuang-buang waktu berarti kita membuang uang. Jika waktu memang identik dengan uang kenapa kita tidak berusaha bijak dalam mengontrol waktu.

Apabila ditarik ke kondisi awal masalah ini terjadi adalah karena tidak adanya aturan yang jelas mengenai waktu ini, kita seakan terlena dengan hal-hal kecil sehingga tidak sadar hal itu dapat mengubah budaya dan kebiasaan kita. Tentu saja budaya akan mempengaruhi setiap aspek dalam masyarakat penganutnya, hal ini akan memberikan efek bola salju yang pada akhirnya nanti telah menjadi sangat besar dan tidak bisa dihentikan lagi. Aturan yang dimaksud adalah tidak adanya kesamaan jam sebagai alat penunjuk waktu di negara kita ini, dari mana seorang tahu kalau dia datangnya terlambat, apabila pada jamnya masih menunjukkan waktu yang lebih lambat dari orang lain yang datang lebih dahulu. Jam sebagai alat acuan waktu, telah diabaikan dan menjadi sangat fleksibel di Negara ini. Apabila kita ingin berubah maka mulailah dari hal yang kecil, Karena tidak akan ada hal yang besar akan terjadi apabila tidak dimulai dengan hal yang kecil terlebih dahulu. Penyamaan atau standardisasi jam adalah awal yang harus dilakukan apabila bangsa Indonesia memang ingin mengahargai waktu. Hal ini mungkin kelihatan sepele, tapi semua cara lain yang akan dilakukan untuk membuat bangsa Indonesia memghargai “waktu” akan menjadi percuma tanpa adanya aturan yang sama mengenai jam. Bagaimana mungkin beberapa orang akan dapat datang pada waktu yang ditentukan apabila jam mereka saja tidak sama. Acuan harus ada untuk dapat dijadikan parameter dalam penilaian, apalagi ini yang dinilai adalah sifat seseorang. Tidak adanya acuan atau patokan sering membuat perdebatan dalam penilaian, yang dalam kasus ini adalah seseorang tersebut “ngaret’ atau tidak.

Penyamaan atau standardisasi jam yang dilakukan adalah dalam ruang lingkup Negara, karena Indonesia mempunyai tiga waktu yang berbeda, maka waktu standar yang ditetapkan juga tiga dan perwujudannya dapat beruap tiga buah jam yang dapat diketahui setiap hari oleh bangsa Indonesia melalui media elektronik seperti televisi dan radio. Pentingnya penyamaan jam ini diharapkan dapat menjadi solusi awal dalam membuat bangsa Indonesia menghargai waktu.

Penulis :

Restio Adhyaksa Brata

Mahasiswa Semester 8 Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung

Alamat : Jalan Riung Mulya I no 6 komplek Riung Bandung Permai

BANDUNG JAWA-BARAT 40295

Telp 08122007877

nb:

· Journal ini saya tulis diwaktu saya masih sebagai mahasiswa beberapa tahun yang lalu (bahasanya idealis gaya mahasiwa banget).

· Maaf kata2nya agak sedikit formal, karena tulisan ini memang ditujukan untuk publikasi di media formal... :)

Sunday, November 11, 2007

KITA BUKANLAH GENERASI MASA DEPAN


Seringkah telinga anda mendengar kata-kata “Kita adalah generasi masa depan Indonesia” sewaktu anda duduk di bangku SD, SMP dan bahkan SMU? Generasi masa depan? Masa depan itu kapan? Kata-kata itulah yang dulunya membuat saya menjadi bertanya-tanya pada diri saya sendiri. Karena tidak mendapat jawaban, membuat saya seperti terombang-ambing di dunia tanpa tujuan yang jelas, begitulah kira-kira hiperbolanya. Tetapi memang benar, kata-kata generasi masa depan tersebut membuat kita menjadi santai dan lambat mengambil keputusan untuk menentukan nasib kita karena dari kata-kata tersebut terbesit makna bahwa kita hanya dapat berperan menetukan nasib diri kta, bangsa dan negara hanya pada waktu kita dewasa di masa depan. Tapi pertanyaannya masa depan itu kapan??

Hal di atas adalah maksud rancu pertama tapi masih adalagi maksud yang menurut saya tidak tepat, yaitu kata ‘kita’. Kata ‘kita’ mengandung makna jamak, yang juga menbuat kita tidak tergerak secara langsung karena dalam fikiran kita ada maksud untuk mengandalkan orang lain untuk berusaha memajukan bangsa Indonesia ini. Menurut saya lebih baik slogannya diganti menjadi “Saya Adalah Generasi Masa Kini”

Ps:

· Journal ini saya tulis diwaktu saya masih sebagai mahasiswa beberapa tahun yang lalu (bahasanya idealis gaya mahasiwa banget).

· Maaf kata2nya agak sedikit formal, karena tulisan ini memang ditujukan untuk publikasi di media formal... :)

Sepakbola Indonesia membahayakan anak-anak


Mengerikan… itulah kata yang pantas untuk menggambarkan tontonan sepakbola
Indonesia. Bahkan kalau boleh dibilang menonton sepakbola Indonesia tidak kalah mengerikannya dengan melihat sebuah tayangan kerusuhan saat demonstrasi yang kerap terjadi. Tayangan yang semestinya menjadi hiburan bagi rakyat ini telah berubah menjadi tayangan horror penuh kekerasan dimana setiap orang yang melihatnya akan berubah emosinya, bahkan bagi sebagian orang, melihat tayangan ini akan membuat bulu kuduknya merinding, memprihatinkan memang. Kita patut juga menghargai usaha yang telah dilaksanakan oleh KOMDIS PSSI untuk meyelesaikan masalah ini, tetapi usaha yang tanpa atau belum berhasil juga tidaklah dapat dikatakan baik. Keputusan PSSI untuk menetapkan kuota 5 pemain asing juga banyak berperan terhadap terciptanya kondisi seperti ini, pemain asing yang diharapkan dapat membantu menaikkan kemapuan pemain lokal malah membawa serta perilaku buruk yang mungkin sudah biasa di negeri mereka. Karena tidak semua pemain asing berasal dari negara yang penduduknya berperilaku baik. Fakta di lapangan banyak sekali kericuhan yang tejadi antar pemain yang ditimbulkan oleh ulah pemain asing. Faktor wasit juga tidak kalah menyedihkannya, dalam situasi seperti ini karisma sang pengadil lapangan hijau ini sudah tidak ada harganya lagi baik di mata pemain maupun penonton. Anak kecilpun sudah banyak yang melantunkan slogan “Wasit Goblok”. Apakah ini imbas dari rendahnya penegakan supremasi hukum oleh aparat yang berwenang di Indonesia? bisa jadi. karena sungguh mengherankan sepakbola sekasar itu tidak ditindak tegas oleh sang pengadil lapangan hijau, ini dapat dilihat dengan minimnya kartu kuning apalagi merah yang sudah dikeluarkan oleh wasit selama ini. Wasit cenderung takut dan jatuh mental akibat teror yang ditebar oleh pemain dan penonton, dan berimbas kepada lemahnya kepemimpinannya di lapangan. Kondisi pastilah sangat memprihatinkan kita semua, sekaligus berbahaya terutama melihat dampak psikologis yang mungkin timbul bagi generasi muda Indonesia terutama anak-anak. Tentu saja tayangan kekerasan seperti itu sangat berbahaya bagi perkembangan mental si anak, apabila pada masa anak-anak terbiasa dengan kekerasan maka akan terbawa sampai dia dewasa, ketidak percayaan kepada aparat peradilan yang dalam sepakbola adalah wasit bisa terbawa kepada aparat penegak hukum lainnya di luar sepakbola. Dampak nyata yang sudah telihat salah satunya adalah kerusuhan yang terjadi pada saat pertandingan timnas Indonesia U-17 beberapa waktu yang lalu, belum lagi perkelahian antar pemain di setiap pertandingan sepakbola sekelas tarkam pun semakin menjadi- jadi diakibatkan kiblat sepakbola yang salah yaitu Liga Indonesia. Kita seluruh masyarakat Indonesia harus segera menyadari hal ini, segera dan tidak mungkin tidak jika kita masih memiliki keinginan yang sama yaitu untuk memajukan Indonesia. Jangan pernah menganggap remeh masalah ini, itulah yang terjadi terhadap masalah – masalah lain di negeri ini dimana kita masih terlalu santai menghadapinya. Masalah kecil akan menjadi besar jika dibiarkan saja kan? Apalagi masalah yang sangat kompleks seperti ini. Semua elemen penting yang terkait dengan mesalah ini seperti suporter, pemain, wasit, official, klub dan PSSI harus segera introspeksi diri. Cari dan rubahlah semua kesalahan yang ada pada diri masing – masing mulai dari hal – hal kecil dan janganlah saling menyalahkan dengan pihak lain, karena saling menyalahkan tidak akan pernah menyelesaikan masalah.

Penulis

Restio Adhyaksa Brata


Mahasiswa Semester 8 Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung

Alamat : jalan Riung Mulya I no 6 komplek Riung Bandung Permai

BANDUNG JAWA-BARAT 40295

Telp 08122007877


Ps:

· journal pertama ku yang pernah diterbitkan oleh koran nasional Seputar Indonesia...hehe..senang bngt..soalnya dapet 100rb men....ini adalah hasil keringatku yg pertama....

· Journal ini saya tulis diwaktu saya masih sebagai mahasiswa beberapa tahun yang lalu (bahasanya idealis gaya mahasiwa banget).

· Maaf kata2nya agak sedikit formal, karena tulisan ini memang ditujukan untuk publikasi di media formal... :)